Senin, 21 Januari 2013

Perahu terapung, pempek, kita dan pangeran masa depanku

Aku selalu termenung, sunyi dalam diam, memandang nanar ke arah sungai musi yang luas itu ketika ragaku berada pada tempat ini. Tempat dimana aku dan kamu pernah berada disini bersama-sama, menikmati suasana sore yang indah di perahu kecil terapung itu dan makan pempek disana, berdua. Senyum mungil ku selalu tersungging ketika ingat suasana itu, sayang. Dan beberapa detik kemudian, senyum itu menjelma menjadi mutiara yang menganak sungai dari mataku. Bodoh..


Sekarang, semuanya tidak lagi seperti dulu, setelah keputusan mu untuk pergi ke Batam, menggapai cita-citamu yang katamu telah lama kamu impikan sejak dulu.
Dan aku tak dapat berbuat apa-apa, ketika pilihan itu kamu ambil dalam hidupmu.

“Selamat sore kakak-kakak yang cantik dan ganteng, di sore hari yang indah ini, izinkan saya untuk menyanyikan sebuah lagu, menemani waktu santai kakak-kakak sekalian”  suara pengamen itu membuyarkan lamunanku.



jreng jreng, pengamen laki-laki itu pun mulai memetik gitarnya dan menyanyikan sebuah lagu “Cinta itu Buta” milik Armada di sudut keramaian para pengunjung tempat yang sering di datangi oleh para pemuda-pemudi wong Palembang itu, Benteng Kuto Besar.

Dengan pemandangan sungai musi yang terbentang luas dan jembatan ampera yang kokoh menjulang, menjadi kepuasan tersendiri bagi yang menikmatinya ketika berada di tempat yang terkenal itu. Termasuk aku. J

Di kota ini, sekitar tiga tahun yang lalu, aku bertemu dengan seseorang yang mengagumkan yang mampu menarik perhatianku hingga membuat aku menjadikannya dunia bagi hidupku hingga kini, sebut saja namanya Raka.


Raka adalah laki-laki yang aku kenal lewat teman kuliahku. Dia adalah anak pertama dari dua orang bersaudara, yang memiliki tanggung jawab tinggi untuk keluarga, yang memiliki tekat untuk mengubah kehidupan keluarganya yang miskin menjadi orang yang berada. Yah, dari ceritanya itu aku mulai simpati padanya. 


Hidupnya penuh dengan motivasi dan semangat, orang yang cerdas tapi tidak punya kesempatan untuk melanjutkan kuliahnya, hingga ia pun menjadi seorang karyawan yang pindah dari satu tempat ke tempat lain, di berbagai perusahaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.


Cinta kami berawal ketika dia bercerita padaku tentang mantannya Tata yang telah memutuskan hubungan dengannya karena orang tua mereka yang tidak setuju dengan kisah cinta mereka berdua. Orang tua Tata bilang, Raka tidak pantas mendapatkan Tata, dia adalah laki-laki miskin yang kelak tidak bisa menjamin kehidupan Tata di masa depan. Hingga mereka sekarang harus berpisah demi memenuhi permintaan orang tua Tata yang tidak menyetujui hubungan mereka.


Sejak saat itu, dia membuka dirinya untuk wanita lain yang dapat memenangkan hatinya seperti Tata yang telah berhasil menjadi dunianya. 
Dan wanita itu adalah aku.


Malam itu, ketika dia telah bercerita banyak padaku, tentang cerita cintanya yang putus di tengah jalan, dia kemudian berkata seperti ini padaku, sebuah kalimat yang mengejutkan untuk seseorang yang baru saja patah hati karena cinta.

“Ketika aku berada pada posisi yang sangat membuat aku putus asa, kamu hadir Ra, dengan cahayamu yang mampu menerangi hatiku, menghangatkan jiwaku, aku yakin kamu adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk mengobati lukaku, aku mau kamu jadi orang yang spesial dalam hidupku Ra, menemani di setiap perjuanganku, mendampingi di setiap lelahku saat menghadapi pahit getirnya hidup ini.”
Jelasnya panjang lebar padaku melalui sms dari handphone.

“Tapi kenapa harus aku?” balasku beberapa detik kemudian
“Karena aku merasa kamulah wanita itu Ra, dan jadilah bagian dari jiwaku, aku mohon”. Pintanya padaku


Aku berpikir sejenak dan mengetik sms itu untuknya

“Yah Raka, aku mau, aku mau jadi wanitamu”.

Iya, aku mau jadi wanitanya karena aku ingin belajar lebih banyak lagi tentang kehidupan ini darinya. Pikirku kala itu.

Setelah malam itu, hari-hari yang aku dan dia lalui seperti surga dunia yang keindahannya hanya  kami saja yang tahu. Hanya kami berdua.

Termasuk hari indah itu, ketika seharian dia mengajakku berjalan-jalan mengelilingi kota Palembang dengan berjalan kaki, yang mungkin saja akan membuat aku lelah, tapi tidak jika aku bersamanya.

Perjalanan hari itu di mulai dari ketemuan di salah satu mall Palembang, PIM. Disana kami mengunjungi sebuah toko buku, karena kebetulan aku dan dia punya hobi yang sama, mengoleksi buku-buku.

“Nih buat kamu, di baca ya”. Ia menyodorkan sebuah buku untukku
“Ngapain aku baca beginian, aku kan belum nikah”.
“yah, baca ini ga harus udah nikah juga Ra, ini bagus juga tuk wanita yang belum nikah, yang mau belajar sebelum nikah”.

Aku kembali melihat buku itu, buku berjudul “Doa Istri untuk suami”
“hemmm, bagus juga.. sini deh aku baca”.
Dia tersenyum mendengar ucapanku dengan tatapan matanya yang merasuk sejuk tepat di hatiku, ces!


Aku dan dia kembali berkelana dari rak buku satu ke rak buku yang lainnya. 

Hingga kebosanan mulai menghampiri.

Dan akhirnya aku dan dia memutuskan untuk beranjak darisana. Setelah berkeliling mall beberapa jam, aku dan dia pergi ke tempat yang lain.


Kaki kami berjalan beriringan, menikmati suasana kota yang ramai, dengan suara kendaraan yang lalu lalang dan terik matahari yang sepertinya cemburu melihat aku dan dia, dengan panasnya yang cukup menyengat dan membuat aku berkeringat.


Berhenti di sebuah tempat, ia bertanya padaku

“Kamu haus?”
“emm, sedikit” jawabku
“bentar yah, aku beliin air minum dulu buat kamu”
“ohh iya”

Tak berapa lama kemudian ia datang membawa 2 botol air minum dingin dan menyerahkannya padaku.
“Satu untuk kamu, dan satu untuk aku”
Dengan senyumnya yang khas itu.
“makasih”  balasku dengan senyum yang tak kalah manis

Setelah beberapa teguk air minum, ia mengajukan pertanyaan padaku
“Ra, kamu sayang sama aku?” dengan sorot matanya yang tak mampu ku tatap lebih dalam.
“Kenapa tiba-tiba nanya begini?” aku balik bertanya
“Jawab aja”
Aku terdiam sejenak, dan menarik nafas perlahan...
“Iya Raka, aku sayang sama kamu. Kalau tidak kenapa aku ada disini untuk kamu, haio?” jawabku dengan sedikit canda
“Kalau begitu, jangan tinggalin aku yah” Ia menarik tanganku dan menggenggamnya.
Dan matanya, huh, sorot matanya... aku benar-benar tak mampu menatapnya.

“Iya, aku janji tidak akan meninggalkanmu, aku usahain ya” yakinku padanya
“janji?” sambil mengangkat jari kelingkingnya
“iya janji” balasku dengan mengangkat jari kelingking kecilku


Hari itu ku lalui dengan indah bersamanya, dengan tempat terakhir yang kami kunjungi Benteng Kuto Besak. Suasana disana, selalu membuatku merasa lebih baik,

angin yang sepoi-sepoi, dan pemandangan sungai musi yang memukau mata serta ada dia bersamaku. 

***

“Balik yuk Ra” ajak Yuni teman yang ikut bersamaku ke tempat ini
“eh Yuni, ngagetin aja, emm bentar lagi yah” balasku padanya
“Hmmm kita udah hampir 3 jam disini Ra, masa ga bosen-bosen juga”
“oh iya ya, hmm kok kayak bentar banget ya”
“ya iyalah, kamu ngelamun terus gitu, emang mikirin apa sih Ra? Kangen Raka ya?” selidik Yuni sambil menatap mataku
Aku hanya tertawa lepas mendengar ucapannya
“ih malah ketawa coba, ayo balik yuk, aku udah bosan disini”
“iya iya, bawel... yok balik” ajakku padanya

Yeah, mungkin benar... aku kangen Raka, aku kangen banget sama dia.. dan selalu, ketika ku merindukannya, langkah kaki ku selalu membawaku ke tempat ini..
Tempat favorit kami berdua, apalagi perahu terapung itu...
Tuhan, sampai kapan dia tinggal di otakku, pikiranku, kapan aku bisa terbebas dari bayang-bayangnya, kenapa aku belum juga bisa melupakan orang yang telah tega meninggalkan aku pergi dengan orang lain.

Sekitar 4 bulan yang lalu, aku mendengar kabarnya telah menikah dengan kekasih lamanya Tata, entah bagaimana aku menjelaskan perasaanku saat itu. Hancurkah? Sakitkah? Aku rasa tidak ada kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan betapa hancur leburnya perasaanku, perih menyayat lukaku yang sembilu.

Tapi lagi lagi entahlah, kenapa aku masih juga belum bisa menghilangkan rasa cintaku pada Raka, aku sangat sangat mencintainya Tuhan...

Di setiap harinya, aku selalu merintih, menyayangkan takdir-Mu..
Yang berkata bahwa Raka bukan untukku, bukan diciptakan untukku, bukan belahan jiwaku, aku selalu menyesali takdir-Mu itu, dan selalu melontarkan pertanyaan pada-Mu, kenapa bukan aku yang ada disampingnya, ada di setiap harinya, menjadi bagian dari hidupnya. Kenapa bukan aku Tuhan...

Hingga yang ku dapatkan bukan jawaban, tapi malah keletihan yang teramat sangat.
Entah sampai kapan aku begini...

***


“Cinta yang selalu kau berikan tak pernah hilang dari otakku, bagai menjadi darah daging yang melekat di tubuhku, mengalir seperti aliran darah di ragaku, menjadi roh di dalam jiwaku, mungkinkah kau merasakan apa yang aku rasakan...

jika tidak, maka aku lah orang termalang itu yang selalu setia mencintaimu dalam anganku, dan tak pernah kau tau itu".
entahlah, kenapa airmata itu masih saja bisa mengalir lagi dan lagi untukmu, padahal semua sudah sangat lama berlalu, tapi waktu juga tak dapat menghapus perasaanku padamu... “.



Malam ini aku menangis lagi, dengan mata yang bengkak aku melihat jam dinding kamarku menunjukkan pukul 01.23 WIB, insomnia itu selalu menyerangku ketika aku teringat dan merindukannya.
Aku merindukannya, sungguh sangat merindukannya
Lirih hatiku menyebut namanya...
Aku rasa tidak ada yang dapat menolongku selain dia, hanya dia yang dapat menolongku, mengeluarkanku dari derita kerinduan yang teramat ini...
Siapa lagi kalau bukan dia, tapi......

Agggggrrrrhhhhh

Aku ingin mati saja rasanya, ketika ku melihat semuanya tak lagi sama seperti dulu...
Aku yang dulu selalu tegar, semangat dalam menjalani kehidupan, dan selalu tersenyum menjalani hari karena ada dia, kini berubah seperti sebuah pohon lapuk yang mungkin sebentar lagi akan tumbang dan tak berguna...
Aku terus merintih lirih, hingga kelelahan itu menghampiriku dan perlahan mulai membuat mataku terlelap...
***

“Ra, maafin aku yah... aku harus pergi, peluang untuk menggapai cita-citaku kini telah ada di depan mata, aku tak ingin membuang kesempatan itu dengan sia-sia” jelasnya padaku hari itu.

“ kamu benar mau pergi?” tanyaku mencoba memastikan
“Iya Ra, aku harus pergi...” yakinnya
“lalu bagaimana jika aku merindukanmu nanti?”
“kamu bisa kapanpun menelpon dan menanyakan kabarku”
“tapi...” kalimatku tertahan
Aku tak sanggup meneruskannya, aku tak sanggup lagi membendung tangisku.
Aku terisak di antara angin yang berhembus sore itu, mereka mencoba menyeka air mataku... tapi apapun itu, tak akan bisa menghapus kesedihanku yang sebentar lagi akan kehilangan seseorang yang ku sayang.

“Aku pasti kembali Ra. Aku akan kembali lagi kok buat kamu. Dengan kesuksesan yang aku hadiahkan buat kamu. Jangan sedih ya”. Bujuknya dengan tangan yang menghapus butiran-butiran airmataku.

“tapi, tapi aku pasti ga akan bisa melalui hari-hariku tanpa kamu, aku ga bisa kamu tinggalin, aku ga mau, pokoknya kamu harus tetap disini, sama-sama aku”
Isakku makin menjadi seperti anak kecil

“Ra, percaya sama aku. Kita pasti bisa melalui ini semua dengan kekuatan cinta kita. kita pasti kuat menjalaninya” sekali lagi ia mencoba menyakinkanku
Kali ini dengan pelukan hangatnya, yang tak bisa membuatku berkata-kata lagi. Hanya terisak. Entah apa maknanya.

Sore itu, di tempat favorit kami berdua. Dengan matahari yang perlahan menenggelamkan dirinya. Aku mendengar keputusannya untuk meninggalkan Palembang dan mengejar impiannya di Batam.

Aku, wanita malang itu. Akhirnya melepas kepergian Raka, laki-laki yang telah menguasai penuh otakku dengan namanya.

Selamat jalan Raka, semoga kamu dapatkan apa yang kamu inginkan.

***

Aku menyisih menghindari cipratan hujan di antara semak- semak beton yang mencakar langit di kota ini. Garis hitam yang melingkari mataku menyenandungkan duka terpendam. Duka itu selalu ku endapkan di dasar jiwa. Selalu kubawa pergi mengikuti jejak kaki yang tak lelah menapak.
Aku mengusut muka dengan kedua telapak tanganku. Malam seharusnya bertabur bintang, tapi tidak malam ini. Di langit cuma ada bulir-bulir hujan yang menitik ringan.
Rintik hujan yang membuat seluruh tubuhku basah. Aku biarkan saja. Seperti masa laluku yang Aku biarkan selalu datang menghantui. Masa lalu yang Aku biarkan hadir hingga membuatku selalu terluka. Aku memandang bayang-bayang masa lalu dengan hampa dan penuh derita. Memandang nanar ke arah perahu-perahu itu dari atas jembatan Ampera di kota ini. Memandang luka yang memaku langkahku. Memandang semua itu dengan penuh kerelaan.
Seketika terbesit untuk segera mengakhiri semuanya dengan caraku yang mungkin sangat konyol bagi orang lain. Tapi bukankah tidak ada yang peduli tentang keadaanku termasuk Raka, yang sekarang pasti sedang tersenyum bahagia bersama istrinya tercinta.

Aku menoleh ke kiri dan kananku, memastikan tidak ada yang melihatku yang mulai menaikkan kakiku ke atas pagar jembatan dan bersiap untuk terjun dari atas jembatan, berharap aku akan secepatnya lenyap dan meninggalkan penderitaan hati ini. Saat itu, dalam pikiranku adalah mati atau Raka. Hanya itu.

Aku tanpa ragu, mulai bersiap untuk menjatuhkan badanku ke bawah jembatan. Mungkin mati lebih baik untukku. Hanyut di bawa arus sungai dan tak ada yang tau.

“Tuhan, maafkan aku” lirihku pelan

Aku melepaskan peganganku pada pagar jembatan… dan…


***

“Rara, rara, bangun ra...” suara mama membangunkanku dari mimpi buruk itu
“mama...!!!” aku bangun dari tidurku dan seketika memeluk mama
“kenapa sayang, tadi mama dengar kamu menyebut nama Raka terus” tanya mama
“aku mimpi buruk ma...”  timbal ku pada mama
“udahlah sayang, cuma mimpi” tenang mama sambil menyodorkan segelas air putih untukku.
“iya ma” aku meneguk air itu

Mama mengusap lembut kepalaku dan mulai bicara sesuatu..
“sayang, rencana papa sama mama liburan kali ini kita mau pergi ke puncak, dan kamu harus ikut”
“Puncak ma? Wah udah lama banget kita ga kesana. Aku mau ma, mau banget
“iya, mama juga udah lama pengen ajak kamu refreshing karena akhir-akhir ini mama sering banget lihat kamu murung. Jadi mama pikir kamu juga butuh buat jalan-jalan”
“iya ma, aku suntuk banget sama tugas-tugas kuliah, pokoknya ntar kalo nyampe di puncak aku ga mau bete-bete an lagi atau murung lagi, janji deh ma”
“benar ya sayang, kamu mesti janji sama mama, kamu harus mulai ngelupain semuanya tentang Raka. Dia udah punya istri sayang, dan hidup kamu ga berhenti sampai sini aja. Mama sedih banget lihat keadaan kamu yang seperti ini. Kamu ga mau kan, bikin mama sedih. Masih ada mama, papa, adik-adik kamu yang sayang dan perhatiin kamu. Lupain Raka ya sayang, buat mama”

“iya ma, Rara janji” yakinku dengan senyum kecil itu

***
Beberapa pagi telah berlalu sejak mimpi buruk itu terjadi.
Mentari hari ini cerah sekali, secerah suasana hatiku saat ini.
Akhirnya, setelah sekian lama aku pun terbangun dari tidur panjangku, dari mimpi burukku. Aku bebas dari semua itu sekarang.
Yah, mulai hari ini aku akan berjanji pada diriku sendiri untuk menerima kenyataan. Kenyataan pahit yang harus aku rasakan manis untuk hidupku yang lebih baik.
Kenyataan yang sebenarnya indah bila aku bisa melihat dari sisi lain dengan pikiran positif ku bahwa apapun itu, jika berasal dari-Nya maka itulah yang terbaik.
Tuhan tidak pernah salah dalam hal menyatukan sepasang hati yang terpisah.
Dia selalu tahu apa yang di butuhkan oleh hamba-Nya.
Dan hanya Dia yang Tahu segalanya.
Tuhan, pintaku pada-Mu pagi ini temukan aku pada pangeran cinta yang telah lama ku tunggu kedatangannya dengan membawa sebungkus kado yang berisi ketulusan dan kesucian cinta.
Izinkan aku bertemu pangeranku, berikan aku pirasat bahwa dialah yang kau ciptakan untukku, dialah belahan jiwaku, separuh nafasku, cinta yang telah lama hilang dan akhirnya ku temukan.


Izinkanlah Tuhan...


By Rara, 
Wanita dalam halusinasi Anna Machdinni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar