Kamis, 31 Januari 2013

Buku mana Buku, aku pengen bacaaaa

Semenjak selesai kuliah, aku jadi jarang baca buku. Yah, walaupun masih bisa baca tapi paling an cuma baca artikel2 di internet. Kurang seru..
Lagian koleksi buku aku gak nambah-nambah juga jadinya, soalnya ga bisa beli buku lagi.
Bayangin, waktu kuliah aja, setidaknya satu bulan minimal beli satu buku, dan terkadang kalo lagi semangat bacanya, satu bulan bisa beli tiga buku. 




Lah sekarang..
Boro2 tiga buku, satu aja susah. 

Nampaknya hobi baca buku ku akhir-akhir ini terancam drastis. Mana gak ada tempat buat pinjam lagi. Adowwhhh.. 




Buku mana buku, aku butuh kamu. Untuk mengisi kekosongan otakku.
Entah sejak kapan hobi baca ini tumbuh subur dalam diriku. Ca ile, emang taneman kali tumbuh subur.

iya, baca buku waktu kuliah itu jadi aktivitas dominanku sehari-hari, walaupun bukan buku pelajaran sih. Hehehe..
tapi yang penting kan baca buku.
*iya-iya, ngeles aja kayak bajai



Eh tapi kan bukan novel juga, buku-buku motivasi gitu, buku-buku yang ngajarin gimana jadi pribadi yang baik, buku-buku yang ngajarin banyak gimana jalanin hidup, kan itu penting banget buat hidup kita kedepannya.


Well, semuanya bikin aku enjoy banget, terkadang bisa ngilangin suntuk juga pas lagi bengong di kamar sendirian.

Lha sekarang...
Adowh, gimana biar bisa ketemu sama buku-buku baru ku lagi, kalau aku belum juga dapet kerja dan gajian, mana bisa beli buku baru dan nambah koleksi buku ku.
Secara, ngandalin uang jajan dari orang tuaku yang otomatis cuma cukup buat beli pulsa, itupun terkadang masih susah juga.

#ssst, hust hust.. barusan ngeluh berkepanjangan, mesti istigfar tuh neng, hadeehh.. 





Iya, iya tauuuu
tapi...
hehehe
gak papa yak, sedikit lagi kok uneg uneg nya, 



emmm.. jadi aku tuh pengen banget nambah koleksi buku aku, #kedip2 mata
pengen beli bukunya Raditya Dika, semua bukunya, iyah, semua bukunya, terus bukunya Dwitasari yang “Raksasa dari Jogja” itu loh, #hayoo tadi bilangnya bukan novel, lah ini apa...
hehehe, gak papa dong sekali-sekali.. 



terus pengen beli bukunya mas Donny yang “5 cm” yang bikin aku tertarik karena filmnya yang amazing itu... film perdana yang aku tonton di bioskop.. hahaha 


emmm pokoknya masih banyak pengen beli buku yang lain..
kapan yah, kapaaaannnnnnnnn, 




ya Allah, berikanlah aku rezeki, sehingga keinginanku untuk yang satu itu bisa terwujud.
Aamiin, aamiin
Aamiin ya Rabbal alamin...



Senin, 28 Januari 2013

Hari indah itu ^_^


Hari indah itu, hmmm
Senyum kecilku tersungging jika mengingatnya. 12 September 2012 , ^_^,
karena Alhamdulillah, lagi-lagi aku mesti harus, kudu wajib untuk bersyukur. Rasanya, tidak ada alasan diri ini untuk tidak bersyukur. Sungguh begitu banyak limpahan nikmat yang Dia curahkan untuk hidupku, termasuk hari indah itu.
Wisudaku.
Yah, widudaku.
Akhirnya, setelah melalui proses menimba ilmu selama 3 tahun di Politeknik Negeri Sriwijaya, aku bisa menyelesaikannya hingga bisa sampai pada hari indah itu.
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah...
Tidak ada lagi serba-serbi LA, bimbingan yang melelahkan, dan tugas-tugas kuliah yang menjadi makanan sehari-hari. Ahh tapi rasa-rasanya aku pasti akan merindukan semua itu.. apalagi teman-temanku, dosen-dosenku..
I know that life will never be the same...
Karena ia pasti akan berpindah dari episode satu ke episode lainnya.
Satu beban mungkin telah hilang, satu perjalanan mungkin telah bisa dilewati, tapi  hidup ini tetap mesti di teruskan, untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Akhirnya, aku bisa berdiri disini. Mengucapkan sumpah alumni beserta para alumni lainnya, menyanyikan lagu “Bagimu Negeri” dengan sangat merindingnya yang harus kami aplikasikan di dunia kerja maupun di masyarakat nantinya. 
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah..

Sekali lagi tidak ada alasan bagiku untuk tidak bersyukur, terima kasih juga untuk papa dan mamak yang selalu setia memberi ku semangat untuk menyelesaikan laporan akhirku, juga doanya yang tak pernah putus di antarkan untukku, akhirnya semua pengorbanan kalian terbayar dengan keberhasilanku bisa ikut wisuda ini, beginilah senyum mereka di hari indah itu. 
walaupun sampai sekarang, panggilan kerja belum juga datang menyapa padaku. Perusahaan-perusahaan itu hanya menghubungi ku untuk wawancara, setelahnya mereka menghilang entah di telan bumi bagian mana. :D
it’s fine, never mind.. setidaknya, dengan begitu aku jadi bisa lebih banyak merenung, memperbaiki diri, intropeksi diri, berbakti dan membantu pekerjaan-pekerjaan rumah orang tuaku dan banyak hal berguna lainnya yang dapat aku lakukan selama ini.
seperti kata ibuku, hidup itu penuh perjuangan..
sukses itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, semuanya butuh proses, siapa yang berhasil melewati semua proses tersebut dengan baik, maka Insya Allah dia akan  keluar sebagai pemenang, yang terpenting kita sudah berusaha, berdoa, lalu hasilnya biar Allah yang menentukan, karena belum tentu apa yang baik menurut kita, baik menurut Allah. Allah sesuai prasangka hambaNya.
Yakinlah, bahwa Allah selalu tahu apa yang terbaik untuk hambaNya.
Subhanallah, akhirnya.. aku yakin bahwa suatu hari nanti, Allah akan membalas semua kesabaranku selama ini, menjawab semua doaku selama ini, dan membayar semua harapan indah ku menjadi sebuah kenyataan yang tak kalah indahnya.
Allahu Akbar, dengan pikiran positif seperti ini ternyata bisa membuat kita lebih bersemangat dan optimis menjalani perjalanannya.


Fuihhh, #melap keringat

Hei, hei, aku tadi abis ngapain yah..
Waduh, kok bisa ada tulisan sepanjang ini. Hehehe
Alhamdulillah. Usaha, berdoa, berprasangka baik pada Allah, percaya pada semua skenario indahNya, tidak berhenti bersyukur, dan cringg, lihat apa yang terjadi..

Kau akan terperangah sendiri menyaksikannya.
Lalu bergumam ALLAHU itu MAHA BESAR. ^_^








Minggu, 27 Januari 2013

Hijab I'm in love


Sejak SMA keinginan untuk memakai hijab sudah tertanam didalam diri, karena sudah mulai mengenal hukum memakai hijab dalam islam, hanya sebatas itu,
tapi keinginan itu, masih belum bisa terealisasikan. Hingga akhirnya harus menunggu dulu sampai masa kuliah tiba.
Dan Subhanallah, Alhamdulillah akhirnya bisa pakai hijab juga.
Awal-awal memakai hijab, biasa saja. Aku tidak merasa istimewa atau apapun semacamnya. Tapi setelah aku tahu, alangkah indahnya, teduhnya ketika seorang muslim memakai hijab dengan niatan menjaga dirinya maka sampai hari ini aku sangat bangga dengan hijabku, dengan hijab begitu banyak berkah yang ku dapatkan.
Diri ini semakin semangat untuk selalu istiqomah memakai hijab dan itu harus. Bismillah.
Apalagi setelah melihat dan mendengar videonya kak Oki, ana jadi bener-bener ingin mencintai dan menjaga hijab ini sepenuh hati.
Bahkan melebihi dari cinta seorang kekasih kepada kekasihnya. Lagi lagi, bismillah..
 
OSD dan Shindy
ketika mengenalmu, hati selalu bertanya
sudah siapkah aku
akhirnya ku mengerti, ku telah jatuh hati
dan menghijabkan diri

indahnya.. oh teduhnya.. cantikkan hatiku
reff:
hijab.. hijab.. i’m in love
kau menjaga hati dan diriku
hijab.. hijab.. i’m in love
ku tentram bersamamu

semenjak bersamamu, kau hiasi hariku
ceriakan selalu
takkan ku lepas lagi, karena kau tlah menjadi
bagian dari hidupku

bridge:
mereka slalu berkata
‘tuk menunda dirimu
karena ingin menghijabkan hatinya dulu
namun sampai kapankah
semua akan berubah
karena hati manusia tempat khilaf dan salah


Selasa, 22 Januari 2013

Dimas bukan untuk Aura

 “Bukankah cinta itu suci?”, tanya Aura pada dirinya sendiri. “Lalu kenapa aku terlarang mencintainya?”.

Entahlah, dia tak tahu persis kapan perasaan itu tumbuh dan bersemi dalam hatinya. Tapi yang pasti, dia begitu mencintai dimas. Seseorang yang telah berhasil menyita seluruh waktu dan khayalnya. Dimas adalah sosok yang begitu sempurna dimata Aura. Yang bisa mengerti semua inginnya, yang selalu ada setiap saat untuknya.
Hingga hari itu pun tiba, ketika cinta mereka diuji dengan angin topan kemarahan keluarganya. Yang melarang keras hubungannya dengan pujaan hati. Keluarganya tak menginginkan mereka bersatu, karena akan datang malapetaka bagi kehormatan dan nama baik masing-masing pihak.
“Ini tak bisa dibiarkan!”. Geram ayah Aura pada ibunya.
“Aura itu keras ayah, kita tidak bisa ikut mengerasinya. Kita harus bicara baik-baik dengannya”. Tutur ibunya menenangkan.
“Ini akibat kamu yang selalu memanjakannya”. Sergah ayah Aura
“Lho, kenapa jadi nyalahin ibu?” tanya ibunya heran
“Iya, ini akibat kamu yang ga bisa mengawasi dengan siapa dia bergaul”. Tuduh ayahnya kembali.
“Walau bagaimanapun kita tidak bisa sepenuhnya melarang apa yang diinginkan Aura, jika itu kemauannya, ia sulit untuk mengubahnya”. Ibunya mengalihkan
“Jadi maksudmu, kita biarkan saja dia menjalin hubungan terlarang dengan Dimas?”
“Bukan begitu ayah, tapi...”
Percakapan ibu dan ayah aura malam itu, terdengar oleh Aura yang berada di kamarnya.
Ia sadar, cintanya dengan dimas adalah sebuah kemustahilan. Tidak akan pernah bisa bersatu.
“Tapi, bagaimana dengan perasaan cinta ini?” tanya aura pada hatinya
“Bukankah cinta itu suci?” tanya aura pada dirinya sendiri
“Lalu kenapa aku terlarang mencintainya?”
Aku ingin bersamanya. Melihat langit biru di pagi hari bersama. Mendendangkan lagu cinta. Dan hidup bersama, sampai tua.
Malam itupun berlalu dengan mimpi Aura yang begitu indah bersama Dimas.
Hingga pagi pun menyapa. Dan membangunkannya dari mimpi yang mungkin tak akan pernah jadi nyata.
Pagi itu juga, Aura bergegas untuk mandi dan bersiap-siap ke kampus. Ia ingin bicara dengan Dimas. Akan ia katakan semua isi hatinya dan juga tentang keluarganya.

“Dimas, tunggu”. Teriak Aura yang baru saja keluar dari mobil mewahnya.
Dimas pun menoleh, dan berhenti menunggu Aura yang berlari menghampirinya.
“Iya, kenapa Ra?” Tanya Dimas setelah Aura tepat didepannya
“kita harus bicara, Mas”. Jawab Aura dengan nafas terengah-engah.
“Bicara apa?” tanya Dimas lagi
“Tentang hubungan kita” Jawab Aura singkat
“Ok, tapi jangan disini. Gimana kalo disana aja”. Ajak Dimas sembari menunjuk sebuah kantin yang tak jauh dari mereka.

Mereka pun berjalan santai menuju kantin. Setelah tiba, Dimas memesan dua gelas jus pokat yang biasa mereka minum. Tanpa basa-basi lagi, Aura pun angkat bicara.
“Mas, aku mau kita sampai disini” sergah Aura tiba-tiba
“Apa? Kenapa Ra?” tanya Dimas heran.
Aura diam.
“Kenapa Ra?, apa kamu ga sayang lagi sama aku?” tanya Dimas lagi
“bukan, bukan itu” Jawab Aura
“Terus Kenapa?” tanya Dimas penasaran
“Karena hubungan kita ini terlarang Mas”. Jawab Aura
“Terlarang? siapa yang melarang? Kita saling cinta, saling sayang, kita juga ga merugikan orang lain kan? Lalu kenapa terlarang?” tanya dimas tak mengerti.
“Aku tau itu, tapi orang tua ku ga akan mengizinkan kita bersatu. Orangtuamu juga pasti demikian. Mengertilah Mas”. Bujuk Aura dengan air mata yang mengalir.
“Aku ga bisa, Ra. Aku sayang sama kamu. Aku ga mau kita pisah. Aku mau sama-sama kamu terus”. Rintih Dimas
“Aku juga, Mas. Tapi kita ga bisa. Ga bisa, Mas. Kita ga boleh egois.” Bujuk Aura
Dimas terdiam lama. Tak tau apalagi yang mau ia katakan. Sebenarnya, ia juga sadar bahwa cinta mereka adalah kemustahilan, malapetaka, dan konyol. Tapi entah kenapa, dia tak ingin melepaskan Aura dari dirinya. Ia begitu mencintai Aura. Entahlah, entahlah.
“Dimas?” tegur Aura membuyarkan lamunannya.
“Iya, Ra.” Jawab Dimas lembut.
“Aku juga ga tau kenapa kita begini. Aku ga tau, apa ini adalah cinta. Karena nyatanya kita hanya akan membuat orang yang kita sayangi menderita. Mungkin ini saatnya kita membuka mata kita. Bangun dari mimpi. Dan melihat kenyataan.” Ungkap Aura
“Aku tau apa yang kamu rasakan, karena apa yang kamu rasakan juga aku rasakan”. Jelas Dimas
“Apa?” tanya Aura
“Kamu menganggap konyol cinta kita kan?” jawab Dimas dengan pertanyaan.
“Konyol”. Kata Aura sambil tertawa heran.
“Entahlah mas, aku juga ga tau”. Sambungnya lagi
“Kalo memang kamu ragu dengan hubungan kita, untuk apa kita lanjutkan lagi, kita tidak bisa bersatu, aku sadar itu, selamanya tidak akan bisa”.
Dimas pun berlalu pergi meninggalkan Aura yang tertegun mendengar kalimat terakhir darinya.
Jauh, jauh, dan semakin jauh.

Aura masih tertegun, lama dengan lamunannya mengingat 1 tahun silam, ketika pertama kali ia bertemu dengan Dimas. Ketika itu Aura dan Dimas bertemu saat masih jadi mahasiswa baru di kampusnya. Tepatnya saat masa orientasi mahasiswa baru. Saat itu, tanpa sengaja mereka bertabrakan. Kemudian berkenalan hingga cinta itupun bersemi diantara keduanya.
Di sela lamunannya Aura tertawa kecil penuh heran, kenapa cinta itu bisa ada di antara mereka. Entah, bagaimana awalnya. Ia pun tak mengerti.
Kenapa mereka sendiri tidak mengerti dengan perasaan yang mereka miliki.
Apa karena Dimas sama dengan Aura. Lalu mereka tidak bisa bersatu?.  Apa karena Dimas dan Aura sama-sama wanita, lalu mereka tidak bisa bersama?.
Cinta macam apa sih ini? Cinta macam apa?
Sudahlah, lupakan saja.
Dimas diciptakan bukan untuk bersama Aura. Tapi bersama yang lain. Bukan Aura.



Senin, 21 Januari 2013

Perahu terapung, pempek, kita dan pangeran masa depanku

Aku selalu termenung, sunyi dalam diam, memandang nanar ke arah sungai musi yang luas itu ketika ragaku berada pada tempat ini. Tempat dimana aku dan kamu pernah berada disini bersama-sama, menikmati suasana sore yang indah di perahu kecil terapung itu dan makan pempek disana, berdua. Senyum mungil ku selalu tersungging ketika ingat suasana itu, sayang. Dan beberapa detik kemudian, senyum itu menjelma menjadi mutiara yang menganak sungai dari mataku. Bodoh..


Sekarang, semuanya tidak lagi seperti dulu, setelah keputusan mu untuk pergi ke Batam, menggapai cita-citamu yang katamu telah lama kamu impikan sejak dulu.
Dan aku tak dapat berbuat apa-apa, ketika pilihan itu kamu ambil dalam hidupmu.

“Selamat sore kakak-kakak yang cantik dan ganteng, di sore hari yang indah ini, izinkan saya untuk menyanyikan sebuah lagu, menemani waktu santai kakak-kakak sekalian”  suara pengamen itu membuyarkan lamunanku.



jreng jreng, pengamen laki-laki itu pun mulai memetik gitarnya dan menyanyikan sebuah lagu “Cinta itu Buta” milik Armada di sudut keramaian para pengunjung tempat yang sering di datangi oleh para pemuda-pemudi wong Palembang itu, Benteng Kuto Besar.

Dengan pemandangan sungai musi yang terbentang luas dan jembatan ampera yang kokoh menjulang, menjadi kepuasan tersendiri bagi yang menikmatinya ketika berada di tempat yang terkenal itu. Termasuk aku. J

Di kota ini, sekitar tiga tahun yang lalu, aku bertemu dengan seseorang yang mengagumkan yang mampu menarik perhatianku hingga membuat aku menjadikannya dunia bagi hidupku hingga kini, sebut saja namanya Raka.


Raka adalah laki-laki yang aku kenal lewat teman kuliahku. Dia adalah anak pertama dari dua orang bersaudara, yang memiliki tanggung jawab tinggi untuk keluarga, yang memiliki tekat untuk mengubah kehidupan keluarganya yang miskin menjadi orang yang berada. Yah, dari ceritanya itu aku mulai simpati padanya. 


Hidupnya penuh dengan motivasi dan semangat, orang yang cerdas tapi tidak punya kesempatan untuk melanjutkan kuliahnya, hingga ia pun menjadi seorang karyawan yang pindah dari satu tempat ke tempat lain, di berbagai perusahaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.


Cinta kami berawal ketika dia bercerita padaku tentang mantannya Tata yang telah memutuskan hubungan dengannya karena orang tua mereka yang tidak setuju dengan kisah cinta mereka berdua. Orang tua Tata bilang, Raka tidak pantas mendapatkan Tata, dia adalah laki-laki miskin yang kelak tidak bisa menjamin kehidupan Tata di masa depan. Hingga mereka sekarang harus berpisah demi memenuhi permintaan orang tua Tata yang tidak menyetujui hubungan mereka.


Sejak saat itu, dia membuka dirinya untuk wanita lain yang dapat memenangkan hatinya seperti Tata yang telah berhasil menjadi dunianya. 
Dan wanita itu adalah aku.


Malam itu, ketika dia telah bercerita banyak padaku, tentang cerita cintanya yang putus di tengah jalan, dia kemudian berkata seperti ini padaku, sebuah kalimat yang mengejutkan untuk seseorang yang baru saja patah hati karena cinta.

“Ketika aku berada pada posisi yang sangat membuat aku putus asa, kamu hadir Ra, dengan cahayamu yang mampu menerangi hatiku, menghangatkan jiwaku, aku yakin kamu adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk mengobati lukaku, aku mau kamu jadi orang yang spesial dalam hidupku Ra, menemani di setiap perjuanganku, mendampingi di setiap lelahku saat menghadapi pahit getirnya hidup ini.”
Jelasnya panjang lebar padaku melalui sms dari handphone.

“Tapi kenapa harus aku?” balasku beberapa detik kemudian
“Karena aku merasa kamulah wanita itu Ra, dan jadilah bagian dari jiwaku, aku mohon”. Pintanya padaku


Aku berpikir sejenak dan mengetik sms itu untuknya

“Yah Raka, aku mau, aku mau jadi wanitamu”.

Iya, aku mau jadi wanitanya karena aku ingin belajar lebih banyak lagi tentang kehidupan ini darinya. Pikirku kala itu.

Setelah malam itu, hari-hari yang aku dan dia lalui seperti surga dunia yang keindahannya hanya  kami saja yang tahu. Hanya kami berdua.

Termasuk hari indah itu, ketika seharian dia mengajakku berjalan-jalan mengelilingi kota Palembang dengan berjalan kaki, yang mungkin saja akan membuat aku lelah, tapi tidak jika aku bersamanya.

Perjalanan hari itu di mulai dari ketemuan di salah satu mall Palembang, PIM. Disana kami mengunjungi sebuah toko buku, karena kebetulan aku dan dia punya hobi yang sama, mengoleksi buku-buku.

“Nih buat kamu, di baca ya”. Ia menyodorkan sebuah buku untukku
“Ngapain aku baca beginian, aku kan belum nikah”.
“yah, baca ini ga harus udah nikah juga Ra, ini bagus juga tuk wanita yang belum nikah, yang mau belajar sebelum nikah”.

Aku kembali melihat buku itu, buku berjudul “Doa Istri untuk suami”
“hemmm, bagus juga.. sini deh aku baca”.
Dia tersenyum mendengar ucapanku dengan tatapan matanya yang merasuk sejuk tepat di hatiku, ces!


Aku dan dia kembali berkelana dari rak buku satu ke rak buku yang lainnya. 

Hingga kebosanan mulai menghampiri.

Dan akhirnya aku dan dia memutuskan untuk beranjak darisana. Setelah berkeliling mall beberapa jam, aku dan dia pergi ke tempat yang lain.


Kaki kami berjalan beriringan, menikmati suasana kota yang ramai, dengan suara kendaraan yang lalu lalang dan terik matahari yang sepertinya cemburu melihat aku dan dia, dengan panasnya yang cukup menyengat dan membuat aku berkeringat.


Berhenti di sebuah tempat, ia bertanya padaku

“Kamu haus?”
“emm, sedikit” jawabku
“bentar yah, aku beliin air minum dulu buat kamu”
“ohh iya”

Tak berapa lama kemudian ia datang membawa 2 botol air minum dingin dan menyerahkannya padaku.
“Satu untuk kamu, dan satu untuk aku”
Dengan senyumnya yang khas itu.
“makasih”  balasku dengan senyum yang tak kalah manis

Setelah beberapa teguk air minum, ia mengajukan pertanyaan padaku
“Ra, kamu sayang sama aku?” dengan sorot matanya yang tak mampu ku tatap lebih dalam.
“Kenapa tiba-tiba nanya begini?” aku balik bertanya
“Jawab aja”
Aku terdiam sejenak, dan menarik nafas perlahan...
“Iya Raka, aku sayang sama kamu. Kalau tidak kenapa aku ada disini untuk kamu, haio?” jawabku dengan sedikit canda
“Kalau begitu, jangan tinggalin aku yah” Ia menarik tanganku dan menggenggamnya.
Dan matanya, huh, sorot matanya... aku benar-benar tak mampu menatapnya.

“Iya, aku janji tidak akan meninggalkanmu, aku usahain ya” yakinku padanya
“janji?” sambil mengangkat jari kelingkingnya
“iya janji” balasku dengan mengangkat jari kelingking kecilku


Hari itu ku lalui dengan indah bersamanya, dengan tempat terakhir yang kami kunjungi Benteng Kuto Besak. Suasana disana, selalu membuatku merasa lebih baik,

angin yang sepoi-sepoi, dan pemandangan sungai musi yang memukau mata serta ada dia bersamaku. 

***

“Balik yuk Ra” ajak Yuni teman yang ikut bersamaku ke tempat ini
“eh Yuni, ngagetin aja, emm bentar lagi yah” balasku padanya
“Hmmm kita udah hampir 3 jam disini Ra, masa ga bosen-bosen juga”
“oh iya ya, hmm kok kayak bentar banget ya”
“ya iyalah, kamu ngelamun terus gitu, emang mikirin apa sih Ra? Kangen Raka ya?” selidik Yuni sambil menatap mataku
Aku hanya tertawa lepas mendengar ucapannya
“ih malah ketawa coba, ayo balik yuk, aku udah bosan disini”
“iya iya, bawel... yok balik” ajakku padanya

Yeah, mungkin benar... aku kangen Raka, aku kangen banget sama dia.. dan selalu, ketika ku merindukannya, langkah kaki ku selalu membawaku ke tempat ini..
Tempat favorit kami berdua, apalagi perahu terapung itu...
Tuhan, sampai kapan dia tinggal di otakku, pikiranku, kapan aku bisa terbebas dari bayang-bayangnya, kenapa aku belum juga bisa melupakan orang yang telah tega meninggalkan aku pergi dengan orang lain.

Sekitar 4 bulan yang lalu, aku mendengar kabarnya telah menikah dengan kekasih lamanya Tata, entah bagaimana aku menjelaskan perasaanku saat itu. Hancurkah? Sakitkah? Aku rasa tidak ada kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan betapa hancur leburnya perasaanku, perih menyayat lukaku yang sembilu.

Tapi lagi lagi entahlah, kenapa aku masih juga belum bisa menghilangkan rasa cintaku pada Raka, aku sangat sangat mencintainya Tuhan...

Di setiap harinya, aku selalu merintih, menyayangkan takdir-Mu..
Yang berkata bahwa Raka bukan untukku, bukan diciptakan untukku, bukan belahan jiwaku, aku selalu menyesali takdir-Mu itu, dan selalu melontarkan pertanyaan pada-Mu, kenapa bukan aku yang ada disampingnya, ada di setiap harinya, menjadi bagian dari hidupnya. Kenapa bukan aku Tuhan...

Hingga yang ku dapatkan bukan jawaban, tapi malah keletihan yang teramat sangat.
Entah sampai kapan aku begini...

***


“Cinta yang selalu kau berikan tak pernah hilang dari otakku, bagai menjadi darah daging yang melekat di tubuhku, mengalir seperti aliran darah di ragaku, menjadi roh di dalam jiwaku, mungkinkah kau merasakan apa yang aku rasakan...

jika tidak, maka aku lah orang termalang itu yang selalu setia mencintaimu dalam anganku, dan tak pernah kau tau itu".
entahlah, kenapa airmata itu masih saja bisa mengalir lagi dan lagi untukmu, padahal semua sudah sangat lama berlalu, tapi waktu juga tak dapat menghapus perasaanku padamu... “.



Malam ini aku menangis lagi, dengan mata yang bengkak aku melihat jam dinding kamarku menunjukkan pukul 01.23 WIB, insomnia itu selalu menyerangku ketika aku teringat dan merindukannya.
Aku merindukannya, sungguh sangat merindukannya
Lirih hatiku menyebut namanya...
Aku rasa tidak ada yang dapat menolongku selain dia, hanya dia yang dapat menolongku, mengeluarkanku dari derita kerinduan yang teramat ini...
Siapa lagi kalau bukan dia, tapi......

Agggggrrrrhhhhh

Aku ingin mati saja rasanya, ketika ku melihat semuanya tak lagi sama seperti dulu...
Aku yang dulu selalu tegar, semangat dalam menjalani kehidupan, dan selalu tersenyum menjalani hari karena ada dia, kini berubah seperti sebuah pohon lapuk yang mungkin sebentar lagi akan tumbang dan tak berguna...
Aku terus merintih lirih, hingga kelelahan itu menghampiriku dan perlahan mulai membuat mataku terlelap...
***

“Ra, maafin aku yah... aku harus pergi, peluang untuk menggapai cita-citaku kini telah ada di depan mata, aku tak ingin membuang kesempatan itu dengan sia-sia” jelasnya padaku hari itu.

“ kamu benar mau pergi?” tanyaku mencoba memastikan
“Iya Ra, aku harus pergi...” yakinnya
“lalu bagaimana jika aku merindukanmu nanti?”
“kamu bisa kapanpun menelpon dan menanyakan kabarku”
“tapi...” kalimatku tertahan
Aku tak sanggup meneruskannya, aku tak sanggup lagi membendung tangisku.
Aku terisak di antara angin yang berhembus sore itu, mereka mencoba menyeka air mataku... tapi apapun itu, tak akan bisa menghapus kesedihanku yang sebentar lagi akan kehilangan seseorang yang ku sayang.

“Aku pasti kembali Ra. Aku akan kembali lagi kok buat kamu. Dengan kesuksesan yang aku hadiahkan buat kamu. Jangan sedih ya”. Bujuknya dengan tangan yang menghapus butiran-butiran airmataku.

“tapi, tapi aku pasti ga akan bisa melalui hari-hariku tanpa kamu, aku ga bisa kamu tinggalin, aku ga mau, pokoknya kamu harus tetap disini, sama-sama aku”
Isakku makin menjadi seperti anak kecil

“Ra, percaya sama aku. Kita pasti bisa melalui ini semua dengan kekuatan cinta kita. kita pasti kuat menjalaninya” sekali lagi ia mencoba menyakinkanku
Kali ini dengan pelukan hangatnya, yang tak bisa membuatku berkata-kata lagi. Hanya terisak. Entah apa maknanya.

Sore itu, di tempat favorit kami berdua. Dengan matahari yang perlahan menenggelamkan dirinya. Aku mendengar keputusannya untuk meninggalkan Palembang dan mengejar impiannya di Batam.

Aku, wanita malang itu. Akhirnya melepas kepergian Raka, laki-laki yang telah menguasai penuh otakku dengan namanya.

Selamat jalan Raka, semoga kamu dapatkan apa yang kamu inginkan.

***

Aku menyisih menghindari cipratan hujan di antara semak- semak beton yang mencakar langit di kota ini. Garis hitam yang melingkari mataku menyenandungkan duka terpendam. Duka itu selalu ku endapkan di dasar jiwa. Selalu kubawa pergi mengikuti jejak kaki yang tak lelah menapak.
Aku mengusut muka dengan kedua telapak tanganku. Malam seharusnya bertabur bintang, tapi tidak malam ini. Di langit cuma ada bulir-bulir hujan yang menitik ringan.
Rintik hujan yang membuat seluruh tubuhku basah. Aku biarkan saja. Seperti masa laluku yang Aku biarkan selalu datang menghantui. Masa lalu yang Aku biarkan hadir hingga membuatku selalu terluka. Aku memandang bayang-bayang masa lalu dengan hampa dan penuh derita. Memandang nanar ke arah perahu-perahu itu dari atas jembatan Ampera di kota ini. Memandang luka yang memaku langkahku. Memandang semua itu dengan penuh kerelaan.
Seketika terbesit untuk segera mengakhiri semuanya dengan caraku yang mungkin sangat konyol bagi orang lain. Tapi bukankah tidak ada yang peduli tentang keadaanku termasuk Raka, yang sekarang pasti sedang tersenyum bahagia bersama istrinya tercinta.

Aku menoleh ke kiri dan kananku, memastikan tidak ada yang melihatku yang mulai menaikkan kakiku ke atas pagar jembatan dan bersiap untuk terjun dari atas jembatan, berharap aku akan secepatnya lenyap dan meninggalkan penderitaan hati ini. Saat itu, dalam pikiranku adalah mati atau Raka. Hanya itu.

Aku tanpa ragu, mulai bersiap untuk menjatuhkan badanku ke bawah jembatan. Mungkin mati lebih baik untukku. Hanyut di bawa arus sungai dan tak ada yang tau.

“Tuhan, maafkan aku” lirihku pelan

Aku melepaskan peganganku pada pagar jembatan… dan…


***

“Rara, rara, bangun ra...” suara mama membangunkanku dari mimpi buruk itu
“mama...!!!” aku bangun dari tidurku dan seketika memeluk mama
“kenapa sayang, tadi mama dengar kamu menyebut nama Raka terus” tanya mama
“aku mimpi buruk ma...”  timbal ku pada mama
“udahlah sayang, cuma mimpi” tenang mama sambil menyodorkan segelas air putih untukku.
“iya ma” aku meneguk air itu

Mama mengusap lembut kepalaku dan mulai bicara sesuatu..
“sayang, rencana papa sama mama liburan kali ini kita mau pergi ke puncak, dan kamu harus ikut”
“Puncak ma? Wah udah lama banget kita ga kesana. Aku mau ma, mau banget
“iya, mama juga udah lama pengen ajak kamu refreshing karena akhir-akhir ini mama sering banget lihat kamu murung. Jadi mama pikir kamu juga butuh buat jalan-jalan”
“iya ma, aku suntuk banget sama tugas-tugas kuliah, pokoknya ntar kalo nyampe di puncak aku ga mau bete-bete an lagi atau murung lagi, janji deh ma”
“benar ya sayang, kamu mesti janji sama mama, kamu harus mulai ngelupain semuanya tentang Raka. Dia udah punya istri sayang, dan hidup kamu ga berhenti sampai sini aja. Mama sedih banget lihat keadaan kamu yang seperti ini. Kamu ga mau kan, bikin mama sedih. Masih ada mama, papa, adik-adik kamu yang sayang dan perhatiin kamu. Lupain Raka ya sayang, buat mama”

“iya ma, Rara janji” yakinku dengan senyum kecil itu

***
Beberapa pagi telah berlalu sejak mimpi buruk itu terjadi.
Mentari hari ini cerah sekali, secerah suasana hatiku saat ini.
Akhirnya, setelah sekian lama aku pun terbangun dari tidur panjangku, dari mimpi burukku. Aku bebas dari semua itu sekarang.
Yah, mulai hari ini aku akan berjanji pada diriku sendiri untuk menerima kenyataan. Kenyataan pahit yang harus aku rasakan manis untuk hidupku yang lebih baik.
Kenyataan yang sebenarnya indah bila aku bisa melihat dari sisi lain dengan pikiran positif ku bahwa apapun itu, jika berasal dari-Nya maka itulah yang terbaik.
Tuhan tidak pernah salah dalam hal menyatukan sepasang hati yang terpisah.
Dia selalu tahu apa yang di butuhkan oleh hamba-Nya.
Dan hanya Dia yang Tahu segalanya.
Tuhan, pintaku pada-Mu pagi ini temukan aku pada pangeran cinta yang telah lama ku tunggu kedatangannya dengan membawa sebungkus kado yang berisi ketulusan dan kesucian cinta.
Izinkan aku bertemu pangeranku, berikan aku pirasat bahwa dialah yang kau ciptakan untukku, dialah belahan jiwaku, separuh nafasku, cinta yang telah lama hilang dan akhirnya ku temukan.


Izinkanlah Tuhan...


By Rara, 
Wanita dalam halusinasi Anna Machdinni