Minggu, 03 Februari 2013

Mengobati Hati Resah yang belum Menikah


(Di ambil dari buku Wanita Seribu Pesona, karya Hendi Kurniah)

Seorang gadis...
Cantik akhlaqnya, lembut jiwanya, halus pekertinya...
Duduk terdiam penuh kebimbangan
Ada ketakutan menyelimuti jiwanya
Ada kekhawatiran membayangi langkah hidupnya
Ada asa yang terpendam di lubuk hatinya
Ada rasa yang membungkus kedalaman nuraninya

Saat ini sang gadis ragu harus bagaimana
Hingga diusia dewasanya kini
Tak kunjung tiba jejaka yang melamarnya
Tiada pula tanda-tanda seorang laki-laki yang meliriknya
Benarkah jodoh begitu mustahil baginya

Sang gadis menerawangi langit jingga
Ia bertanya pada langit

Sang gadis :     “Wahai langit...
                        Akankah aku bisa seperti hawa, menjadi luahan cinta bagi seorang adam yang kesepian di taman surga?”
Langit        :     “Hawa terlahir untuk mengisi ruang cinta sang Adam.
                        Bukankah lahirnya engkau ke dunia ini untuk mengisi ruang cinta generasinya Adam.”
Sang gadis :     “Jika begitu, adakah peluang untukku menjadi seperti Hajar yang setia mendukung perjuangan Ibrahim?”
Langit        :     “Tentu! Asalkan kau mau mendidik dirimu untuk setia pada kebenaran Tuhanmu.”
Sang gadis :     “Bagaimana bila aku ingin seperti Zulaikha yang tunduk pada rasa khauf si tampan Yusuf kepada Allah ta’ala.”
Langit        :     “Wahai sang gadis...
                        Kau bisa seperti Zulaikha, jika engkau berani mengaku kesalahanmu ketika kau melakukan dosa dan bersegera menuju pintu taubat untuk memasuki istana kesholihan yang hakiki.”
Sang gadis :     “Jika boleh aku juga ingin seperti Balqis ratu yang hebat itu.
Langit        :     Boleh, karena Balqis tidak tunduk pada harta, takhta dan mahkota yang dia miliki namun Balqis tunduk dan beriman kepada Robb yang disembah oleh raja Sulaiman.”
Sang gadis :     “Kalau seperti Bunda Khodijah? Bisakah aku seperti dirinya?”
Langit        :     “Sungguh... kau ingin seperti dirinya?”
Sang gadis :     “Iya, aku ingin seperti dirinya.”
Langit        :     “Milikilah kesabaran yang tak bertepi seperti yang kau ketahui betapa Khodijah begitu sabar mendampingi Muhammad. Khodijah korbankan segalanya untuk menyokong perjuangan suci sang suami Rasul mulia. Jika Rasul kesepian dialah yang menemani, jika Rasul pergi untuk berdakwah dia pula yang memotivasi, memakaikan untuk Baginda baju putih berseri, mengharumi pakaian Rasul dengan parfum terbaik. Dan tahukah engkau bagaimana keadaan Rasul ketika pulang dari berdakwah. Khodijah menatap sedih, wajah suci sang Rasul kini berlumuran darah, baju putihpun berganti merah, wangi parfum berubah bau amis darah. Namun Khodijah tetap tabah dan yakin untuk selalu mendampingi Baginda hingga jasad terpisah dari raganya. Nah.. wahai sang gadis cukup seperti itu caramu agar dapat seperti Khodijah.”

Gadis itu terdiam sejenak, tundukkan wajahnya karena malu. Bulir mutiara kelembutan rasanya terjatuh melewati pelupuk mata, perlahan
Dan semakin deras membasahi pipinya. Gadis itu mulai menyadari...
Ia mulai mengerti apa yang mesti ia perbuat.. kini ia memahami mengapa adam, ibrahim, yusuf, sulaiman dan muhammad yang ia harapkan belum juga datang..
Sang gadis bergumam dalam tangisnya
“KARENA AKU BELUM SESHOLEH YANG MENDAMPINGI MEREKA”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar