Mungkin lebih
baik dari awal aku tak pernah mengizinkan orang-orang asing itu masuk dan
membongkar semua isi hatiku juga hidupku. Hingga aku tak merasakan perasaan
yang aneh ini. Seharusnya dari awal aku menolak kehadiran orang asing itu,
hingga sekarang aku tak perlu mati-matian mengusir perasaan yang tak seharusnya
aku miliki.
HEBAT!!
mungkin kalimat itu lah yang dia cari, yah, ku akui kisanak, kau memang sungguh
hebat. Telah berhasil menciptakan perasaan yang memang dari awal ingin kau
ciptakan pada perasaanku. Dan setelah kau berhasil, kau lari dan pergi
meninggalkanku. Meninggalkanku yang menderita dan meratap atas perasaan
terkutuk ini. Dalam sepi yang tak berujung. Kini aku telah terbiasa melalui
hari-hari tanpa sapaan pagi darimu. Sungguh, seharusnya memang dari awal aku
tak mengizinkanmu masuk dalam hidupku. Menjadi pahlawan bertopengku, menjadi
motivatorku, menjadi someone spesial di setiap hariku, menjadi seseorang yang
selalu ku tunggu kehadiran sms nya, menjadi seseorang yang selalu setia
mendengarkan ceritaku, menjadi seseorang yang selalu membuatku tertawa panjang
mendengar konyolnya candaanmu, hahaha..
Ku harap kau
memang tak akan lagi menoleh ke arahku, karena aku juga sudah tak lagi
mengharapkan itu, karena aku telah tahu bahwa kamu hanya ingin menjadikanku
seorang teman dekat, bahkan kamu menekankan kalimat itu untukku mengerti, hanya
teman.
Iya, ini memang
salahku, yang telah terlanjur mempersilahkanmu masuk dalam hidupku, lalu juga
membiarkan rasa-rasa aneh muncul dalam hatiku, juga membiarkan akalku
menerka-nerka tentang perhatianmu yang tak biasa itu, sungguh ini memang
kesalahan besarku yang memang sangat terlalu percaya diri menerjemahkan
semuanya adalah cinta. Mungkin benar cinta, tapi cinta hanya sebatas teman.
Ini semua memang
salahku, aku tau itu. kesalahan yang tak pernah termaafkan untuk diriku
sendiri. Dan aku akan jadi pelaku yang tambah bersalah lagi jika aku terus
membiarkan rasa ini terus ada, ada dan ada.
Entahlah, kenapa
sosok biasa itu menjadi terlihat lebih istimewa di mataku.
Entahlah, kenapa
aku tak bisa bersikap biasa saja atas semua sikap manismu padaku.
Kita teman, kita
teman, kita hanya teman. Aku selalu berusaha melafazkan kalimat itu dengan
intonasi yang sangat di tekan untuk menyadarkan perasaan ku yang mulai
tersesat, entah kemana rimbanya.
Tapi lagi dan
lagi, harapan itu ada lagi, ada lagi. Seperti sepotong kuku yang jika di
biarkan dia akan terus memanjang, dan jika di potong dia akan tumbuh lagi dan
lagi.
Entahlah...
Aku tak tau
perasaan apa ini, wahai temanku..
Teman dalam
deskripsi yang tak sesuai dengan prakteknya.
Entahlah...
Sepertinya, aku
memang tidak terlalu banyak memiliki pengetahuan tentang sebuah perasaan, wahai
temanku..
Aku tak terlalu
pandai menerjemahkan sebuah sikap yang aku simpulkan sendiri.
Seperti maumu,
aku akan pergi. Tapi aku tak kan berhenti mengingatmu sebagai inspirasi yang
terus mengalir di setiap tulisan-tulisan ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar